Konsep Evaluasi
Pada era pertama, evaluasi bertujuan untuk mengukur apakah tujuan-tujuan yang di tetapkan telah tercapai. Tipe evaluasi ini menujukkan parhatian yang makin besar terhadap ilmu-ilmu tingkah laku. Biasanya, jika anak-ank gagal mencapai tujuan tertentu, kesalahan ditimpakan pada anak didik, bukan pada kurikulumatau pada guru.
Era kedua evaluasi kurikulum mulai tahun 1940-an dengan munculnya karya Komisi Hubungan Sekolah dan perguruan Tinggi yang terkenal dengan nama the Eight-year Study. Tyler dalam studi ini mengembangkan filsafat evaluasi yang yang menekankan pencapaian tujuan kognitif dan afektif tingkat tinggi. Mereka menyatakan bahwa tujuan tersebut dapat diukur (Smith dan Tyler dalam Miller dan Seller, 1985, hal. 297).
Evaluasi dipakai sebagai alat untuk menentukan perbaikan apa yang diperlukan dan untuk apa memperoleh dasar bagi usaha perbaikan itu (Miller dan Miller, 1985, hal. 297 ; hal. 428).
Era ketiga muncul waktu Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Ditinjaunya konten kurikulum matematika dan sain. Selain itu dipertanyakan juga sistem presentasi atau metode mengajar. Bahwa buku teks sedikit sekali dapat membantu perkembangan kempuan anak didik untuk memecahkan masalah, karena buku teks lebih banyak menyajikan informasi dan fakta-fakta yang harus dihafal anak-anak.
Pada tahun 1970-an situasi berubah. Crobach (dalam Miller dan Seller, 1985, hal. 298) mengajukan reformasi metode evaluasi kurikulum yaitu lebih baik berorientasi pada evaluasi program untuk perbaikan kurikulum. Dengan munculnya orientasi baru dari evaluasi kurikulum, maka terjadi pergeseran peranan dan tujuan evaluasi, bukan lagi berupa pengukuran keberhasilan belajar siswa saja. Bentuk evaluasi ini sebut evaluasi konprehensif yaitu evaluasi yang bukan saja evaluasi mengevaluasi keberhasikan pengajaran tetapi mencakup juga evaluasi untuk mengkaji kecocokan antara tujuan dengan konten, dan malahan evaluasi terhadap tujuan itu sendiri (Zais, 1976, hal. 369)
Hakekat Evaluasi
Tujuan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan suatu program. Peranan evaluasi untuk penilain hasil belajar anak didik, penilain dilakukan dengan mengadakan tes dan pengukuran perhadap prestasi anak. Peranan kedua adalah, penilain terhadap kurikulum, yaitu untuk mengetahui apakah sasaran yang telah ditetapkan tercapai tidak setelah kurikulum itu diimplementasikan (Miller dan seller, 1985, hal. 299).
Peranan dan tujuan
Scriven (dalam Miller dan Seller, 1985, hal. 299) membedakan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif . evaluasi formatif adalah evaluasi mengenai kurikulum dan pengajaran itu sendiri. Tujuannya ialah untuk memperbaiki program pendidikan atau proses belajar-mengajar. Evaluasi sumatif menilai efektifitas kurikulum dan pengajaran yang diimplementasikan sesuai dengan rencana. Fokus utama evaluasi sumatif ialah apa hasilnya. Perbedaan kedua bentuk evaluasi ini terletak pada cara pelaksanaan evaluasi, apa yang akan dievaluasi, dan bagaimana hasil evaluasi itu akan dimanfaatkan (Miller dan Seller, 1985, hal. 299). Konsep evaluasi menurut Tyler (1949, hal. 105) pentingnya untuk mencek apakah semua program belajar yang direncanakan betul-betul berjalan baik untuk membimbing guru agar mencapai hasil yang diinginkan. Inilah tujuan evaluasi dan alasan mengapa proses evaluasi diperlukan setelah rencana program pengajaran siap dibuat.
Lewy memberikan gambaran yang spesifik tentang bagaimana evaluasi dapat menjadi formatif dalam proses pengembangan kurikulum. Evaluasi pada dasarnya adalah penyedian informasi untuk memperalancar proses pengambilan keputusan pada beberapa tingkat pengembangan kurikulum. Informasi ini mungkin berguna bagi program pengajaran secara keseluruhan itu atau hanya bermanfaat untuk beberapa komponen program itu. Evaluasi juga berarti seleksi kriteria, koleksi data dan analisis data (dalam Miller dan Seller, 1985, hal. 302)
Eisner menemukakan 5 fungsi evaluasi yaitu untuk
- Diagnosis,
- Revisi kurikulum
- Perbandingan
- Antisipasi kebutuhan pendidikan
- Penentuan apakah tujuan telah tercapai
(Eisner 1979, hal. 302)
Proses Evaluasi
Proses evaluasi berupa pengukuran untuk mengetahui sejauh mana perobahan tingkah laku itu muncul dalam kaitanya dengan tujuan pendidikan dan program yang ingin dicapai kurikulum. Langkah evaluasi itu terdiri dari tiga aspek utama (1) gambaran informasi yang dibutuhkan, (2) cara memperoleh data, dan (3) cara menyediakan data. Proses dan langkah-langkah evaluasi sebagai berikut
- Penetapan apa yang akan dievaluasi; untuk keputusan apa data itu diperlukan?
- Macam-macam data yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan
- Pengumpulan data-data yang relevan
- Penetapan kriteria bagi kualitas hal yang dievaluasi
- Analisis data dalam kaitanya dengan kriteria itu
- Menyediakan informasi bagi pengambilan keputusan.
Model-Model Evaluasi
Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa model evaluasi kurikulum
Model Deskrepensi
Dalam model ini, evaluasi merupakan perbandingan antara hasil program yang sebenarnya dengan suatu standar yang ditetapkan perbandingan antara unjuk kerja program dan standard disebut deskrepensi (perbedaan). Evaluasi harus dapat memberikan informasi tentang perbedaan dan pengmbil keputusan.
Model Countenance
Stake (1967, dalam Miller dan Seller, 1985, hal. 313-317) mengajukan Model Contenance yang didisain untuk mengumpulkan semua data yang relevan dan diberikan kepada orang memerlukan data untuk evaluasi data-data tersebut, antara lain, informasi deskriptif, hasil belajar siswa, deskripsi proses instruksional dan data pertimbangan yaitu opinidari group-group masyarakat, dan para pakar mata pelajaran.
Model CIPP
Model CIPP bertumpu kepada definisi evaluasi yang mereka ajukan yaitu proses penggambaran, perolehan, dan penyediaan informasi yang berguna bagi penetapan beberapa alternatif keputusan (dalam Oliva, 1982, hal. 1988)
Ada empat tipe keputusan kurikulum dalam model ini
- Keputusan perencanaan yang dapat berupa keputusan untuk menghentikan, merubah, atau memeruskan program
- Keputusan struktur untuk menghasilkan perubahan
- Keputusan implementasi, yang berkaitan dengan hal apakah praktek sesungguhnya sesuai dengan yang diinginkan dan apakah implementasi diperlukan
- Keputusan daur ulang (recyling decisions) yang dibuat setelah efektifitas perubahan timbul
(Miller dan Seller, 1985, hal. 319)
CIPP memuat empat komponen yaitu
Evaluasi konteks
Menyangkut tentang lingkungan program, termasuk studi tentang kebutuhan siswa dan semua masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menujang atau yang menghambat program.
Evaluasi input
Evaluasi input dikaji dari strategi dan alternatif implementasi, alternatif à pengumpulan informasi yang relevan bagi keberhasilan program à diimplementasikan
Evaluasi proses
Evaluasi proses diadakan untuk menetapkan kecocokan antara yang direncanakan dengan betul-betul terjadi, termasuk juga prosedur impementasi, metode, dan kegiatan belajar siswa.
Evaluasi produk
Menyelidiki hasil program yang dibandingkan dengan hasil yang dituju dalam program, kriteria yang dipakai untuk perbandingaan bersumber pada tujuan-tujuan program dan semua informasi yang dapat diperoleh hari hasil kajian evaluasi konteks, input dan proses.
Sumber : ariwahyusaputro.wordpress.com