Prinsip-Prinsip Metodologis Penelitian Etnografi
Hammersley (1990), sebagaimana dikutip oleh Emzir, mengemukakan tiga prinsip metodologis yang digunakan untuk menyediakan dasar pemikiran terhadap corak metode etnografi yang spesifik. Prinsip-prinsip ini juga merupakan dasar bagi sebagian besar kritik tentang kegagalan penelitian kuantitatif menangkap kebenaran hakikat perilaku sosial manusia; karena bersandar pada studi latar artifisial dan atau pada apa yang dikatakan orang bukan pada apa yang dilakukan mereka; karena mencari untuk mengurangi makna terhadap apa yang dapat diamati; karena reifers fenomena sosial dengan memperlakukannya sebagai terdefinisikan lebih jelas dan lebih statis dari yang seharusnya, dan sebagai produk mekanis dari faktor-faktor sosial dan psikologis. Ketiga prinsip tersebut dapat dirangkum di bawah judul naturalisme, pemahaman, dan penemuan.[15]
1. Naturalisme. Ini merupakan pandangan bahwa tujuan penelitian sosial adalah untuk menangkap karakter perilaku manusia yang muncul secara alami, dan bahwa ini hanya dapat diperoleh melalui kontak langsung dengannya, bukan melalui inferensi dari apa yang dilakukan orang dalam latar buatan seperti eksperimen atau dari apa yang mereka katakan dalam wawancara tentang apa yang mereka lakukan.
2. Pemahaman. Yang sentral di sini adalah alasan bahwa tindakan manusia berbeda dari perilaku objek fisik, bahkan dari makhluk lainnya: tindakan tersebut tidak hanya berisi tanggapan stimulus, tetapi meliputi interpretasi terhadap stimulus dan konstruksi tanggapan. Kadang-kadang tanggapan ini mencerminkan penolakan yang lengkap terhadap konsep kausalitas sebagai tidak dapat diterapkan dalam dunia sosial, dan desakan tegas atas karakter yang dibangun secara bebas dari tindakan manusia dan institusi.
3. Penemuan. Corak lain dari pemikiran etnografi adalah konsepsi proses penelitian sebagai induktif atau berdasarkan temuan, daripada dibatasi pada pengujian hipotesis secara eksplisit. Itu beralasan bahwa jika seseorang mendekati suatu fenomena dengan suatu set hipotesis, mungkin dia gagal menemukan hakikat fenomena tersebut sebenarnya dibutakan oleh asumsi yang dibangun ke dalam hipotesis tersebut.
Jenis Penelitian Etnografi
Menurut Creswell, para ahli banyak menyatakan mengenai beragam jenis penelitian etnografi, namun Creswell sendiri membedakannya menjadi 2 bentuk yang paling popular yaitu Etnografi realis dan etnografi kritis. Penjelasannya sebagai berikut : [16]
1. Etnografi realis
Etnografi realis mengemukakan suatu kondisi objektif suatu kelompok dan laporannya biasa ditulis dalam bentuk sudut pandang sebagai orang ke-3. Seorang etnografi realis menggambarkan fakta detail dan melaporkan apa yang diamati dan didengar dari partisipan kelompok dengan mempertahankan objektivitas peneliti.
2. Etnografi kritis
Dewasa ini populer juga etnograi kritis. Pendekatan etnografi kritis ini penelitian yang mencoba merespon isu-isu sosial yang sedang berlangsung misalnya dalam masalah jender/emansipasi, kekuasaan, status quo, ketidaksamaan hak, pemerataan dan lain sebagainya.
1. Etnografi Konfensional: laporan mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang dilakukan etnografer.
2. Autoetnografi: refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri.
3. Mikroetnografi: studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan kelompok budaya.
4. Etnografi feminis: studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang merasakan pengekangan akan hak-haknya.
5. Etnografi postmodern: suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan keprihatinan mengenai masalah-masalah sosial terutama mengenai kelompok marginal.
6. Studi kasus etnografi: analisis kasus dari seseorang, kejadian, kegiatan dalam perspektif budaya.
Sumber : pascasarjanastainkds.blogspot.co.id